Tikus dan Bau
Di sebuah sudut hutan yang sunyi, tersembunyi di balik semak-semak yang rimbun, terdapat sebuah rumah kecil sebuah lubang gelap di bawah pohon tua yang lapuk. Rumah itu adalah sarang tikus-tikus hutan yang hidup berdesakan, tersembunyi dari dunia luar. Bau yang menyengat menyelimuti tempat itu, campuran dari sisa-sisa makanan yang membusuk, tanah basah, dan keringat penghuni kecilnya.
Setiap malam, para tikus keluar berbondong-bondong, seperti sebuah rombongan prajurit yang hendak berperang. Namun, bukan musuh yang mereka buru, melainkan batang, akar, dan dahan pohon yang masih hidup. Gigi-gigi tajam mereka tanpa henti menggerogoti kulit kayu hingga terkupas, menyisakan tanda-tanda jejak perjalanan mereka. Tak peduli pohon itu masih segar atau rapuh, tikus-tikus ini akan menemukan cara untuk mengambil apa yang mereka butuhkan.
Akar-akar muda mereka cuil sedikit demi sedikit, batang-batang yang keras perlahan dilubangi, dan dahan-dahan yang rindang menjadi korban serangan mereka. Alam seperti menahan napas, merasakan tajamnya gigitan dari makhluk kecil namun penuh ketamakan ini. Tikus-tikus itu terus bekerja dalam kesunyian, gerakannya cepat namun senyap, bagai bayangan yang menghilang di balik kegelapan malam.
Namun bagi tikus-tikus ini, itu adalah hidup mereka. Rumah yang pengap dan bau itu tetap menjadi surga bagi mereka, tempat mereka kembali membawa hasil "perburuan," beristirahat sejenak sebelum malam berikutnya tiba. Sementara itu, hutan semakin lelah, batang dan akar yang dulu kokoh mulai melemah, dan dahan-dahan yang hijau mulai meranggas. Begitulah siklus yang terjadi, setiap gigitan tikus adalah kisah tentang kehidupan yang terus bergerak, namun juga tentang kehancuran yang tak terhindarkan.
Komentar
Posting Komentar