I Mariama Karaeng Pattukangang: Jembatan Tiga Kerajaan Besar di Sulawesi Selatan



Di tengah gejolak sejarah abad ke-17 hingga ke-18 di Sulawesi Selatan, berdiri sosok perempuan agung yang menjadi jembatan penghubung tiga kerajaan besar: Gowa, Bone, dan Soppeng. Dialah I Mariama Karaeng Pattukangang, putri bangsawan berdarah mulia dari dua garis keturunan besar.


Ia lahir dari rahim I Mapadulung Daeng Matimung Karaeng Sanrobene, seorang bangsawan Gowa, dan ayahandanya adalah Sultan Abdul Jalil, Raja Gowa ke-19, yang merupakan putra dari I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin, sang Ayam Jantan dari Timur, Raja Gowa ke-16 yang termasyhur karena perjuangannya melawan penjajahan VOC.


Sebagai putri bangsawan Gowa, I Mariama tumbuh dalam lingkungan istana yang kental dengan adat, strategi politik, dan keagungan budaya. Namun takdirnya tidak berhenti di dalam tembok Kerajaan Gowa. Ia dinikahkan dengan La Patau Matanna Tikka, Raja Bone ke-16, dalam sebuah aliansi politik dan budaya yang membawa pengaruh besar bagi ketiga kerajaan.


Pernikahan Agung: Perpaduan Darah Gowa dan Bone


Pernikahan antara I Mariama dan La Patau bukan hanya penyatuan dua insan, melainkan penguatan aliansi antara dua kerajaan besar yang sebelumnya sering berkonflik. Dari pernikahan ini, lahirlah keturunan yang kelak mengguncang peta kekuasaan di Sulawesi Selatan.


I Mariama melahirkan tiga orang putra yang semuanya kelak menjadi raja, suatu prestasi yang luar biasa dalam sejarah lokal:


-


1. La Pareppa To SappewaliƩ Karaeng Anak Moncong

Raja Gowa ke-20

Raja Bone ke-19

La Pareppa adalah satu-satunya keturunan I Mariama yang berhasil menjejakkan kaki di tahta **Kerajaan Gowa**, melanjutkan darah kakeknya Sultan Hasanuddin. Ia juga memimpin **Kerajaan Bone**, menjadikan dirinya sebagai simbol puncak penyatuan Gowa dan Bone melalui darah dan kekuasaan. Dikenal sebagai sosok yang cerdas, diplomatis, dan berwibawa.



2. La Padassajati To AppƩware Petta Rijalloe Sultan Sulaeman**

Raja Bone ke-18

La Padassajati, dengan gelar Sultan Sulaeman, adalah penguasa Bone yang membawa semangat reformasi dan stabilitas. Ia dikenal sebagai pemimpin yang membawa keseimbangan antara kekuatan adat dan nilai Islam. Ia memperkuat hubungan Bone dengan kerajaan-kerajaan sekitarnya melalui kebijakan damai.




3. La Panaongi To Pawawoi Arung Mampu Karaeng Bisei

Raja Bone ke-20

La Panaongi, anak bungsu dari I Mariama, juga berhasil menaiki tahta Kerajaan Bone. Dengan gelar Arung Mampu dan Karaeng Bisei, ia melanjutkan warisan kebesaran keluarganya, menunjukkan bahwa darah I Mariama benar-benar mengalir dalam arus sejarah Sulawesi Selatan.




Warisan Sang Putri Bangsawan


Kisah I Mariama Karaeng Pattukangang bukan hanya kisah tentang seorang putri kerajaan, melainkan tentang diplomasi, strategi, dan kekuatan wanita bangsawan dalam membentuk masa depan politik Sulawesi Selatan. Melalui perannya sebagai ibu dari tiga raja besar, ia mewariskan stabilitas dan kekuatan antar kerajaan yang berabad-abad lamanya menjadi poros utama dalam sejarah Bugis-Makassar.


Ia adalah simbol persatuan, pengaruh darah biru, dan kekuatan perempuan dalam lintasan sejarah yang sering diabaikan. Namanya tercatat bukan karena ia memimpin kerajaan secara langsung, tetapi karena dari rahimnya lahir para raja yang mengubah arah sejarah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silaturahmi Dewan Adat Kabupaten Sigi dengan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Bahas Penguatan Struktur Adat

Makna Logo Dewan Adat Kabupaten Sigi

RAPAT KERJA DEWAN ADAT KABUPATEN SIGI: SINERGI UNTUK KEMAJUAN DAN PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL