KEKERABATAN MANDAR DAN KERAJAAN DOLO
Menurut tradisi lisan di wilayah Sigi bahwa kerajaan lokal yang paling awal dari Sulawesi Tengah adalah Kerajaan Bangga. Tradisi lisan setempat meriwayatkan bahwa Raja (Magau) atau pemimpin pertama Kerajaan Bangga adalah seorang putri yang bernama Wumbulangi. Putri Wumbulangi dalam cerita ini dinyatakan sebagai seorang yang berparas cantik. Magau Wumbulangi kemudian dikawini oleh Magau Pakava yang bernama Mbawa Lemba dengan pinangan emas empat ruas bambu. Pernikahan itu dilangsungkan selama empat puluh hari empat puluh malam secara terus menerus. Hasil perkawinan ini melahirkan dua orang anak yang berjenis kelamin laki-Iaki dan perempuan. Anak laki-laki bernama lralawa Lemba dan perempuan bernama Pue Galubuk. Anak perempuan Pue Galubuk menikah dengan Madika dari Lindu yang melahirkan anak bernama Timpalaja yang nantinya menurunkan raja-raja di wilayah Lindu. Sementara itu, lralawa Lemba atau Mpu Selangi kawin dengan Gili Reme(1) seorang Madika di Palu yang melahirkan laki-laki bernama Malasigi atau Pue Bongo. Setelah lralawa Lemba mangkat digantikan oleh anaknya Malasigi atau Pue Bongo yang kawin dengan Daeng Doe dari Sarudu. Perkawinan ini melahirkan seorang anak laki-Iaki bernama Imbagendjo atau Tiro Lemba. Imbagendjo kemudian kawin dengan Madika Dolo Dei Mbulava. Hasil perkawinan ini melahirkan Yaruntasi yang akan menurunkan keturunan raja-raja di Kaleke Kerajaan Sigi Dolo.
Menurut silsillah Kerajaan Sigi Dolo Yaruntasi ini yang menurunkan keturunannya hingga Raja Datu Pamusu di Dolo sebagai seorang raja yang selalu membangkang kepada Kolonial Belanda di Lembah Palu. Datu Pamusu menurunkan anaknya yang bernama Rajagunu Datu Pamusu yang turun kepada Abdul Bari Datu Pamusu. Abdul Bari Datu Pamusu merupakan Ketua Dewan Adat Kota Patanggota Dolo. Beliau adalah seorang yang sederhana namun masih diakui oleh masyarakat sebagai pemangku Kerajaan Sigi Dolo di Sulawesi Tengah yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ke masyarakat berdasarkan adat istiadat Kaili di Sulawesi Tengah.(2)
Salah seorang keluarga "Tambarodea" yang terkenal di Kerajaan Dolo adalah Datu Pamusu. Datu Pamusu adalah seorang yang aktif dl Syarekat Islam maupun PSII yang melawan Belanda di Sulawesi Tengah. Datu Pamusu lahir tahun 1864 di Pesaku, sebuah kampung dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Dolo. la merupakan putra tunggal Yolulemba, Magau Dolo.(3) Datu Pamusu diangkat sebagai Magau Dolo menggantikan pamannya Gantoelemba atau Tomai Kadundu yang tewas pada 15 November 1905 dalam sebuah serangan pasukan kolonial ke Kerajaan Dolo. Ketika Datu Pamusu diangkat sebagai Magau Dolo. Kerajaan Dolo telah mengukat kontrak (4) dengan pemerintah Hindia Belanda. Kerajaan Dolo teiah beberapa kali menandatangani kontrak politik terhadap pemerintah kolonial.(5) Pada tahun 1888, ketika usia Datu Pamusu belum genap 15 tahun. la telah diikutkan oleh ayahnya (Yolulemba) dalam perang antara rakyat Kayumalue beserta sekutunya melawan pasukan kolonial. Kerajaan Dolo ikut membantu pasukan Kayumalue karena adanya ikatan kekeluargaan antara penguasa Kayumalue dengan Penguasa Dolo.
Perang Kayumalue disulut oleh ketidaksetujuan Kayumalue sebagai salah satu anggota Dewan Pitunggola Kerajaan Tawaeli atas 'pemaksaaan' penandatangan Acte van Bevestiging kepada Magau Tawaeli, Yangge Bodu beserta Dewan Hadat Tawaeli pada 26 Juni 1888 atau bertepatan dengan 16 Syawal 1305 Hijriah. Dikatakan sebagai pemaksaan, karena Belanda mengerahkan tiga buah kapal perang untuk menyerang Kayumalue. Akhirnya Yangge Bodu bersedia menandatangani perjanjian dengan pemerintah Hindia Belanda. Namun, dari tujuh anggota Dewan Kotapitunggota hanya empat anggota saja yang menandatangani, yakni: Baiya, Mpanau. Lambara, Nupabomba. Tiga anggota lainnya, Kayumalue/Kumbili, Tondo dan Labuan tldak bersedla menandatangani dan terus melanjutkan perang.
Sikap anti ko|onia| Datu P amusu seakan mendapat wadah, ketika mendengar keberadaan Sarekat Islam (SI). Datu Pamusu mengenal organisasi SI melalui perantaraan Haji Laborahima (H. Ibrahim), seorang pedagang dari Mamuju (sekarang termasuk dalam wilayah Propinsi Sulawesi Barat) pada tahun 1913 hingga 1914. Haji Laborahima sering berdagang hingga ke Gresik. Di sana ia mendengar tentang kehadiran organisasi Islam yang dipimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto. Ketika ia berkunjung ke Sarudu, salah satu wilayah kekuasaan Dolo untuk memperkenalkan Sarekat Islam kepada Topalolemba, kerabat Datu Pamusu. Berita tentang Sarekat Islam (SI). kemudian dikabarkan o|eh Topalolemba kepada Datu Pamusu selaku Magau Dolo dan bangsawan-bangsawan Dolo Iainnya. Datu Pamusu semakin tertarik dengan gerakan Sarekat Islam ketika ia bertemu dengan Haji Patimbang, yang baru kembali dari Mekkah pada tahun 1915 dan membawa berita bahwa SI telah berkembang di berbagai daerah di Hindia Belanda. Datu Pamusu resmi menjadi anggota Sarekat IsIam pada bulan Agustus 1916, ketika Abdul Muis yang menjabat sebagai Wakil Central Sarekat Islam (CSI) diutus o|eh H.O.S. Tjokroaminoto ke Donggala untuk membentuk pengurus Sarekat Islam Lokal Donggala. Dari Donggala, Abdul Muis melanjutkan perjaIanan ke Palu dan Dolo untuk membentuk pengurus Sarekat Islam cabang Palu dan Sarekat Islam cabang Dolo. Adapun susunan pengurus Sarekat Islam lokal Dolo, yakni: Presiden dijabat o|eh Datu Pamusu selaku Magau Dolo, Wakil Presiden dijabat o|eh Datupalinge, sepupu Datupamusu yang juga menjabat sebagai Madika Malolo Dolo. Sekretaris Jenderal dijabat oleh Gagaramusu, adik Datu Palinge. Wakil Sekretaris Jenderal dijabat oleh Rajamuda Tengku Ali, seorang bekas buangan Belanda. Bendahara dijabat o|eh Lapasere, kerabat Datu Pamusu. Pengurus Sarekat Islam Dolo secara resmi dilantik o|eh H.O.S Tjokroaminoto
pada bulan September 1917, ketika H.O.S. Tjokroaminoto berkunjung ke Palu untuk meresmikan dan melantik pengurus Sarekat Islam Dolo dan Sarekat Islam Palu. Pembentukan Sarekat Islam cabang Dolo memiliki kaitan dengan situasi politik nasional. Gubernur Jenderal A.W.F ldenburg (1909-1916) mengambil kebijakan, memberikan legalitas terhadap keberadaan SI. sebagai organisasi yang sah di Hindia Belanda. Akan tetapi, kebijakan ini mengharuskan SI untuk mengubah sifat organisasinya yang sebelumnya terpusat dengan cabang-cabang di berbagai daerah, kini berubah dan setiap daerah memlllki kewenangan untuk memimpin kelembagaan Sl-nya masing-masing. Akhirnya pada Kongres Nasional SI. pertama yang diadakan di Bandung 17-24 Juni 1916 terbentuk Central Sarekat Islam (CSI) yang merupakan federasi dari berbagai SI. lokal yang tersebar di seluruh Hindia Belanda.(6)
Pada bulan Desember 1917, beberapa bulan selelah kedatangan HOS Tjokroaminoto, Datu Pamusu ditangkap oleh Belanda. Adapun tuduhan terhadap Datu Pamusu, yakni (1) mendirikan perserikatan gelap dan menggunakan organisasi Sarekat Islam untuk menghasut rakyat untuk memberontak kepada pemerinlah Hindia Belanda; (2) membunuh Bestuur Asisten bernama Sondakh di Kampung Bobo; (3) menggelapkan uang belasting dan menipu rakyat. Akibat tudahan tersebut Datu Pamusu diasingkan ke Ternate selama 9,5 tahun. Dalam masa pembuangan ini, ia membawa anak kandungnya bernama Tagunu yang baru berumur sekitar 12 tahun. Setelah Datu Pamusu diasingkan, pimpinan SI dilanjutkan oleh Datupalinge dan Gagaramusu. Akan tetapi, mereka juga ditangkap dan diasingkan. Datupa|inge sempat diasingkan ke Manado dengan alasan untuk disekolahkan, sedangkan Gagaramusu di asingkan ke Siau selama 4 tahun (1936-1940). Datu Pamusu dibebaskan dan dikembalikan ke Dolo tahun 1926. Sekembalinya dari pengasingan, Datu Pamusu kembali aktif sebagai pucuk pimpinan SI yang telah berganti PSI dan kemudian PSII. la sekali lagi mendapat kunjungan Tjokroaminoto, ketika berkunjung ke Palu pada bulan Januari 1930.
Sepanjang tahun 1931 hingga 1934, Datu Pamusu keluar masuk tahanan di Donggala dan Palu dengan berbagai macam tuduhan. Untuk menghindari tekanan pemerintah kolonial, antara tahun 1935 hingga tahun 1940 Datu Pamusu. Datupalinge dan Gagaramusu membuat aktivitas Iain, diantaranya membuka perkebunan di beberapa tempat, seperti di Poi (Balongga), Salubi/Sambo, dan Pesaku. Menjelang kedatangan Jepang, antara tahun 1941 hingga tahun 1942 Datu Pamusu memilih tidak aktif dalam dunia politik. Ia Iebih banyak beraktivitas dalam usaha pertanian yang telah ia kembangkan. Datu Pamusu kembali aktif dalam dunia pergerakan pada tahun 1943, ketika Gerakan Merah Putih di Gorontalo yang dipimpin oleh Nani Wartabone. Akibat aktivitasnya itu, ia ditangkap oleh pemerintah Jepang, Namun, segera dibebaskan setelah diketahui bahwa ia pernah diasingkan oleh pemerintah koIonial. Selain Gerakan Merah Putih di Gorontalo, Datu Pamusu, Datupalinge, Gagaramusu dikunjungi oleh Andi Saribulan alias Pua Monda, utusan Laskar Kris Muda Mandar pada bulan November 1945.
Akhirnya pada bulan Desember 1945 Datu Pamusu bersama Hi.Yoto Daeng Pawindu dan kawan-kawan resmi membentuk Gerakan Merah Putih untuk wilayah Sigi Dolo dan berpusat di Kaleke. Beberapa kegiatan yang dilakukan Gerakan Merah Putih Sigi Dolo, yakni: (1) mengadakan rapat umum dan rapat rahasia guna menggembleng kekuatan massa dalam menghadapi dan menggagalkan pemerintahan NICA; (2) mengadakan kontak dengan gerakan-gerakan penuntut kemerdekaan di Gorontalo dan POSO; (3) mengadakan kontak dengan Laskar Kris Muda Mandar; (4) mengirim utusan untuk memperoleh senjata dan petunjuk-petunjuk serta informasi tentang situasi di Jawa (pusat). Berbagai macam aktivitas Datu Pamusu bersama Gerakan Merah Putih cabang Sigi Dolo, antara lain: Pada tanggal 10 Februari 1946, Datu Pamusu mengatur demonstrasi massa yang berjumlah kurang Iebih seribu orang, menuntut pembebasan H. Joto Daeng Pawindu dan kawan kawan yang ditahan oleh pemerintah NICA. Sehari kemudian, ia memerintahkan pengibaran bendera Merah Putih di seluruh penjuru kampung-kampung di Dolo, terutama di halaman masjid-masjid. Setelah melakukan perjuangan melawan kekuasaan kolonial pada hampir sebagian besar perjalanan hidupnya, Datupamusu wafat pada tanggal 9 Januari 1957 dalam usia 93 tahun.
Catatan:
(1) Perkawinan ini terjadi karena lralawa Lemba membantu Kerajaan Palu mengusir orang-orang Tomene dari Mandar yang menyerang Palu. Bantuan lralawa Lemba ini berjalan tatkala dia sudah menaiki takhta Kerajaan Bangga menggantikan Ibunya yang bemama Wumbulangi.
(2)Natsir dan Haliadi, Kepemimpinan Tradisional di Indonesia Mempawah dan Kaili. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015, hlm. 266.
(3) Radjamuda Datupamusu dan Radjagunu Datupamusu.“Riwayat Hidup Sdr. Datu Pamusu (Tahun 1957)". Manuskrip tenanggal 15 Juli 1975.
(4) Mohammad Sairin, ‘Melihat Dengan Kacamata Berbeda: Respon Tiga Bangsawan di Sigi Terhadap Kolonial(isasi)". Makalah disampaikan pada The First Graduate Seminar on Local History of Indonesia 2013, Yogyakana. 30-31 Mei 2013.
(5)Daeng Mangesa Datupalinge. ‘Semangat 50 Tahun Indonesia Merdeka Perlawanan Rakyat Sulawesi Tengah Terhadap Penjajah Belanda". Pelopor Karya. Mmggu l/07 Juli 1995 hal. 04
(6)Nasihin, Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924~1945 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012). hlm. 51.
Sumber:
Makalah Haliadi Sadi, SS. M. Hum, Ph.D (Dosen Tetap Prodi Sejarah FKIP UNTAD) Mandar dan Kaeli: Korelasi Kekerabatan Kerajaan dan Islam Mandar. Disampaikan dalam Seminar Hari Jadi Majene, 2017.
Komentar
Posting Komentar