Tagunu Datupamusu dan Perjalanan Pulang yang Menantang
Tagunu Datupamusu adalah putra dari Datupamusu, seorang tokoh penting dalam pergerakan Sarekat Islam (SI) di wilayah Sigi, Sulawesi Tengah, pada awal abad ke-20. Pada Desember 1917, Datupamusu ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dengan tuduhan mendirikan organisasi gelap dan menghasut rakyat untuk memberontak. Akibatnya, ia diasingkan ke Ternate selama sekitar 9,5 tahun. Dalam masa pembuangan ini, Datupamusu membawa serta anaknya, Tagunu, yang saat itu berusia sekitar 12 tahun.
Setelah Datupamusu diasingkan, kepemimpinan SI di wilayah tersebut dilanjutkan oleh tokoh-tokoh lain, meskipun mereka juga menghadapi penangkapan dan pengasingan oleh pemerintah kolonial. Setelah kembali dari pengasingan pada tahun 1926, Datupamusu kembali aktif dalam pergerakan SI yang kemudian berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
A. Perjalanan Pulang
Angin laut berhembus kencang di Pelabuhan Ternate (tepatnya di Tobelo) saat Tagunu menatap gelombang yang bergulung di kejauhan. Ia menggenggam erat pundak Rugaya, anak sulungnya, sementara Abas dan Hasan, yang masih bayi, tertidur dalam pelukan ibu mereka. Hatinya berkecamuk, ia harus pergi, meninggalkan mereka demi sebuah misi yang lebih besar, kembali ke tanah kelahirannya, Donggala.
Sejak ayahnya, Datupamusu, diasingkan ke Ternate oleh Belanda, Tagunu hidup dalam bayang-bayang pengawasan. Namun, ketika situasi semakin berbahaya dan Belanda memburu para aktivis Sarekat Islam, ia tahu bahwa Ternate bukan lagi tempat yang aman baginya.
Malam itu, dengan hanya bekal secarik kain dan beberapa keping uang perak, Tagunu menyelinap keluar dari rumah. Ia tidak bisa membawa keluarganya, perjalanan ini terlalu berbahaya. Dengan berat hati, ia berjanji dalam hati untuk kembali menjemput mereka suatu hari nanti.
B. Melintasi Tanah yang Tak Bersahabat
Tagunu memilih jalur darat untuk kembali ke Donggala, menghindari patroli Belanda yang mengawasi jalur laut. Ia menyeberang dari Halmahera, lalu melanjutkan perjalanan ke Sulawesi melalui jalur yang hanya diketahui oleh para pedagang dan pelaut pribumi.
Hari-hari panjang di hutan dan pegunungan membuat tubuhnya lelah, tetapi tekadnya tidak surut. Ia berpindah dari satu perkampungan ke perkampungan lain, bersembunyi di antara rakyat yang diam-diam masih setia pada perjuangan Sarekat Islam.
Saat mencapai Sulawesi, ia harus lebih berhati-hati. Belanda telah menyebarkan berita bahwa ia adalah buronan. Setiap pergerakannya harus cermat. Untuk mengelabui penguasa kolonial, Tagunu menyebarkan kabar bahwa ia hendak berlayar kembali ke Sumatera, tempat para pejuang lain juga bersembunyi.
C. Pelarian di Pelabuhan Donggala
Setelah berminggu-minggu berjalan kaki dan menumpang perahu dagang kecil, Tagunu akhirnya tiba di Pelabuhan Donggala. Namun, ia tahu bahwa ini bukan tempat yang aman. Mata-mata Belanda mungkin sudah mengendus kedatangannya.
Saat kapal bersandar, ia menundukkan wajah, menyembunyikan diri di balik para penumpang lain. Sesaat setelah menjejakkan kaki di dermaga, ia tidak menuju kapal yang akan berlayar ke Sumatera. Sebaliknya, ia berlari, menyelinap di antara tumpukan peti dagangan, lalu menghilang ke dalam keramaian pasar. Saat di Pelabuhan Donggala, Tagunu di temukan oleh Djafar Lapasere atau Toma Siomi (Siomi nama aslinya Samsiar diperistrikan Lasahido gubernur waktu itu)
Malam itu, dengan langkah ringan meskipun tubuhnya lelah, Tagunu menyusuri jalan setapak menuju kampung halamannya di Baluase. Kembali ke tanah leluhurnya, tempat di mana perjuangan ayahnya dimulai.
D. Harapan yang Belum Selesai
Di Baluase, ia mendapati tanah kelahirannya telah berubah. Belanda semakin menekan rakyat, namun semangat perlawanan tetap membara. Dalam bayang-bayang malam, ia merencanakan langkah berikutnya. Ia belum bisa kembali kepada keluarganya, tetapi ia tahu, suatu saat nanti, ketika waktunya tiba, ia akan menjemput Rugaya, Abas dan Hasan.
Untuk saat ini, ia adalah seorang bayangan, seorang pejuang yang hidup di antara legenda dan kenyataan. Ia telah kembali, bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk kelangsungan perjuangan yang diwariskan oleh ayahnya.
Tagunu Datupamusu tidak akan menyerah.
Komentar
Posting Komentar