Peradilan Adat di Jamin Oleh Negara



 Givu Ngata atau denda adat untuk desa merupakan bagian dari hukum adat yang masih berlaku di banyak komunitas adat di Indonesia, termasuk di wilayah Sulawesi Tengah, seperti masyarakat Kaili, Lore, atau komunitas lainnya. Givu ngata umumnya diterapkan sebagai bentuk sanksi adat terhadap pelanggaran norma sosial, pelanggaran batas wilayah, perusakan lingkungan, atau tindakan yang mengganggu ketentraman dan keharmonisan desa.



✅ Dasar Hukum Givu Ngata (Denda Adat Desa)


Walaupun givu ngata tidak secara spesifik diatur dalam satu undang-undang nasional yang khusus, hukum adat diakui dan dilindungi oleh hukum positif Indonesia, dengan dasar hukum berikut:


1. UUD 1945


Pasal 18B ayat (2):


 "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia."


2. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa


Pasal 96 ayat (1):

  "Masyarakat Desa berhak mendapatkan perlindungan atas tradisi dan budayanya."


Pasal 103 huruf c dan d (untuk Desa Adat):

Desa Adat berwenang menetapkan dan melaksanakan hukum adat serta menyelesaikan perselisihan adat berdasarkan hukum adat yang berlaku.


3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Dalam konteks kerusakan lingkungan, pasal 69 ayat (2)* menyebutkan bahwa:


 Penegakan hukum adat bisa digunakan dalam penyelesaian sengketa lingkungan.


4. Perda atau Perbup Tingkat Daerah


Beberapa kabupaten/kota (seperti Sigi, Poso, dan lainnya di Sulawesi Tengah) memiliki Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati yang mengakui dan mengatur keberadaan hukum adat, termasuk mekanisme givu (denda) sebagai bentuk sanksi adat.

Contoh: Perda tentang Perlindungan Masyarakat Adat atau Pengakuan Desa Adat.



📌 Contoh Kasus Penerapan Givu Ngata


- Kasus pelanggaran batas wilayah antara desa A dan desa B, diselesaikan secara adat dengan pemberian givu berupa hewan (sapi, kambing), uang, atau barang adat.

- Kasus perkelahian antardesa diselesaikan dengan mediasi lembaga adat dan penetapan denda adat untuk meredakan konflik.


 🔍 Catatan Penting


Givu Ngata tidak boleh bertentangan dengan hukum nasional atau melanggar hak asasi manusia.

Harus ada pengakuan dan pelibatan lembaga adat atau tokoh adat yang sah.

Dalam praktiknya, givu ngata bisa berdampingan dengan penyelesaian secara hukum negara (kepolisian, pengadilan), tetapi biasanya digunakan untuk meredam konflik secara sosial budaya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silaturahmi Dewan Adat Kabupaten Sigi dengan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Bahas Penguatan Struktur Adat

Makna Logo Dewan Adat Kabupaten Sigi

RAPAT KERJA DEWAN ADAT KABUPATEN SIGI: SINERGI UNTUK KEMAJUAN DAN PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL