Postingan

Kepemimpinan di Sulawesi Selatan

Gambar
Di tanah Sulawesi Selatan, sebelum hadirnya negara modern, kehidupan masyarakat diikat oleh adat, siri’ (harga diri), dan pangngaderreng (tatanan sosial). Dari tanah yang subur di pesisir, lembah, hingga pegunungan, lahir kerajaan-kerajaan besar yang kelak memainkan peranan penting dalam sejarah Nusantara. Tiga di antaranya adalah Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa. 1. Mangkau ri Bone Kerajaan Bone didirikan sekitar abad ke-14 dan dikenal sebagai salah satu kerajaan Bugis yang paling berpengaruh. Raja Bone digelari Mangkau ri Bone, yang berarti “yang dimuliakan di Bone.” Gelar ini bukan sekadar sebutan, tetapi pengakuan dari rakyat bahwa rajanya adalah pemimpin yang menjaga siri’, keadilan, dan martabat. Bone pernah mencapai puncak kejayaan pada masa Arung Palakka (abad ke-17), seorang tokoh yang memimpin rakyatnya melawan hegemoni Kerajaan Gowa. Dengan gelar Mangkau ri Bone, raja tidak hanya dihormati sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai pelindung adat dan lamban...

Arti nama Datupamusu

  Nama *Datupamusu* menyimpan makna yang dalam dan penuh kehormatan. Kata *“Datu”* dalam bahasa Bugis adalah sebuah gelar bangsawan tertinggi, yang merujuk pada seorang raja atau penguasa. Gelar ini tidak hanya menandakan kedudukan, tetapi juga simbol kewibawaan, kebijaksanaan, dan kehormatan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sementara itu, kata *“Pamusu”* dalam bahasa Bugis berarti orang yang memiliki sifat memberi dan murah hati. Pamusu adalah jiwa yang tidak pelit membagi, yang selalu memandang bahwa keberkahan hidup terletak pada keikhlasan untuk berbagi kepada sesama. Jika kedua kata ini disatukan, maka *Datupamusu* melambangkan seorang pemimpin atau tokoh yang bukan hanya berkuasa, tetapi juga memiliki hati lapang, suka memberi, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Nama ini menjadi warisan yang sarat makna, penanda kebesaran leluhur, sekaligus pengingat bahwa kekuasaan sejati lahir dari kedermawanan dan ketulusan hati.

KEKERABATAN MANDAR DAN KERAJAAN DOLO

Gambar
  Menurut tradisi lisan di wilayah Sigi bahwa kerajaan lokal yang paling awal dari Sulawesi Tengah adalah Kerajaan Bangga. Tradisi lisan setempat meriwayatkan bahwa Raja (Magau) atau pemimpin pertama Kerajaan Bangga adalah seorang putri yang bernama Wumbulangi. Putri Wumbulangi dalam cerita ini dinyatakan sebagai seorang yang berparas cantik. Magau Wumbulangi kemudian dikawini oleh Magau Pakava yang bernama Mbawa Lemba dengan pinangan emas empat ruas bambu. Pernikahan itu dilangsungkan selama empat puluh hari empat puluh malam secara terus menerus. Hasil perkawinan ini melahirkan dua orang anak yang berjenis kelamin laki-Iaki dan perempuan. Anak laki-laki bernama lralawa Lemba dan perempuan bernama Pue Galubuk. Anak perempuan Pue Galubuk menikah dengan Madika dari Lindu yang melahirkan anak bernama Timpalaja yang nantinya menurunkan raja-raja di wilayah Lindu. Sementara itu, lralawa Lemba atau Mpu Selangi kawin dengan Gili Reme(1) seorang Madika di Palu yang melahirkan laki-laki be...

I Mariama Karaeng Pattukangang: Jembatan Tiga Kerajaan Besar di Sulawesi Selatan

Gambar
Di tengah gejolak sejarah abad ke-17 hingga ke-18 di Sulawesi Selatan, berdiri sosok perempuan agung yang menjadi jembatan penghubung tiga kerajaan besar: Gowa, Bone, dan Soppeng. Dialah I Mariama Karaeng Pattukangang, putri bangsawan berdarah mulia dari dua garis keturunan besar. Ia lahir dari rahim I Mapadulung Daeng Matimung Karaeng Sanrobene, seorang bangsawan Gowa, dan ayahandanya adalah Sultan Abdul Jalil, Raja Gowa ke-19, yang merupakan putra dari I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin, sang Ayam Jantan dari Timur, Raja Gowa ke-16 yang termasyhur karena perjuangannya melawan penjajahan VOC. Sebagai putri bangsawan Gowa, I Mariama tumbuh dalam lingkungan istana yang kental dengan adat, strategi politik, dan keagungan budaya. Namun takdirnya tidak berhenti di dalam tembok Kerajaan Gowa. Ia dinikahkan dengan La Patau Matanna Tikka, Raja Bone ke-16, dalam sebuah aliansi politik dan budaya yang membawa pengaruh besar bagi ketiga kerajaan. Pernikahan Agung: Perpaduan Darah Gow...

Peninjauan Lokasi Pembangunan Sekretariat Dewan Adat Kabupaten Sigi di Huntap Pombewe

Gambar
Kabupaten Sigi – Dewan Adat Kabupaten Sigi bersama Pemerintah Kabupaten Sigi melakukan peninjauan lokasi rencana pembangunan Sekretariat Dewan Adat Kabupaten Sigi pada Selasa, bertempat di kawasan Hunian Tetap (Huntap) Pombewe. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Adat Kabupaten Sigi, Drs. H. Aries Singi, M.Si, dan unsur Pemerintah Daerah yang diwakili oleh Maman, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Sigi. Lokasi yang ditinjau memiliki luas 35 x 120 meter, terletak strategis tepat di belakang Kampus UIN Datokarama Sigi. Peninjauan ini bertujuan untuk memastikan kesiapan lahan serta mendiskusikan aspek teknis dan strategis dari pembangunan sekretariat yang nantinya akan menjadi pusat kegiatan adat di Kabupaten Sigi. Dalam kesempatan tersebut, Maman menyampaikan bahwa pemerintah daerah juga mempertimbangkan alternatif lokasi lain, yakni di samping Gedung Kesenian Sigi yang berada di kawasan Taman Tai Ganja, Kalukubula. Alternatif ini dinilai memiliki potensi...

Gau' Maraja dan Tudang Sipulung Wija Raja La Patau Matanna Tika (Perwira-LPMT)

Gambar
Maros, 5 Juli 2025* - Suasana penuh kearifan dan kekeluargaan mewarnai kegiatan Gau' Maraja dan Tudang Sipulung yang digelar oleh Perkumpulan Wija Raja La Patau Matanna Tikka (Perwira-LPMT) di Kabupaten Maros, pada Sabtu, 5 Juli 2025. Acara ini menjadi momentum penting untuk mempererat tali silaturahmi antar wija (keturunan) raja, khususnya keturunan dari La Patau Matanna Tikka, sosok agung dalam sejarah kerajaan Bugis. Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Paduka Yang Mulia (PYM) Datu Luwu ke-39, Andi Bau Iwan Alamsyah Djema Barue, S.H., M.H., yang memberikan warna istimewa dalam pertemuan tersebut. Kehadiran beliau menjadi simbol kuatnya semangat pelestarian nilai-nilai adat, budaya, dan sejarah dalam kehidupan masyarakat Bugis-Luwu masa kini. PYM Datu Luwu menegaskan pentingnya menjaga warisan leluhur, tidak hanya sebagai bagian dari identitas, tetapi juga sebagai fondasi moral dan sosial di tengah tantangan zaman modern. “La Patau Matanna Tikka bukan sekadar nama besar dalam seja...

LOSO: Menghidupkan Kembali Tradisi Libu Para Magau Demi Menjaga Keadatan dan Kearifan Leluhur

Sigi, 29 Juni 2025 – Di tengah arus modernisasi yang semakin cepat, para tokoh adat dan keturunan Magau dari berbagai wilayah kembali menggugah kesadaran bersama untuk melestarikan nilai-nilai luhur warisan leluhur. Salah satunya adalah dengan menghidupkan kembali LOSO, sebuah tradisi Libu atau musyawarah yang dahulu menjadi bagian penting dalam tata kelola masyarakat adat di bawah kepemimpinan para Magau. LOSO bukanlah sekadar pertemuan biasa. Ini adalah ruang sakral bagi para Magau dan keturunannya untuk bermusyawarah, menetapkan kebijakan, serta menyusun program-program penting yang berkaitan dengan wilayah kekuasaan dan tanggung jawab masing-masing. Dalam tradisi ini, setiap Magau memiliki kedudukan yang diakui secara adat, dengan kewenangan yang dihormati satu sama lain. Kini, di tengah sistem pemerintahan modern yang tidak lagi menganut struktur Magau, LOSO hadir kembali sebagai bentuk pelestarian budaya dan upaya merevitalisasi tatanan kearifan lokal. Melalui LOSO, para keturuna...